Masalah identitas sering kali muncul di era digital, terutama di dunia media sosial yang terus berkembang. Seorang pengacara bernama Mark S. Zuckerberg menggugat perusahaan induk beberapa platform media sosial karena masalah yang berkaitan dengan namanya yang mirip dengan CEO salah satu platform tersebut.
Dalam gugatan yang diajukan, Mark mengungkapkan bahwa akun Facebooknya terus diblokir karena dianggap meniru identitas selebriti. Ini adalah contoh menarik di mana teknologi dan kebingungan identitas bertemu, mengakibatkan konsekuensi yang tak terduga bagi individu yang terlibat.
Setelah berprofesi sebagai pengacara sejak 1980-an, Mark menggunakan Facebook untuk mempromosikan jasanya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ia mengalami berbagai kesulitan terkait dengan akun yang diblokir.
Menghadapi Kesulitan Dengan Kebijakan Moderasi Platform Media Sosial
Pihak Meta, sebagai operator Facebook, menggunakan sistem otomatis untuk mendeteksi dan memblokir akun yang dianggap meniru identitas orang terkenal. Namun, dalam kasus Mark, sistem ini justru menciptakan masalah. Akun Facebooknya telah diblokir lima kali karena kesalahan ini, membuatnya frustasi.
Mark mengaku bahwa setiap kali akunnya diblokir, ia tetap dikenakan biaya iklan, tanpa ada pengembalian. Hal ini tentu menimbulkan kekecewaan, apalagi saat ia sudah menghabiskan lebih dari 11.000 dolar untuk beriklan di platform tersebut.
Keterpurukan ini menghangatkan perdebatan tentang keandalan sistem moderasi yang digunakan oleh platform media sosial besar. Apakah lebih baik memiliki sistem otomatis yang berisiko salah, ataukah sebaiknya melibatkan manusia dalam proses keputusan?
Kehidupan Sosial yang Terpengaruh oleh Nama
Fenomena yang dialami Mark tidak hanya terbatas pada akun media sosial. Kekerapan kekeliruan identitas berdampak pada interaksi sosialnya. Mark sering merasa canggung saat berinteraksi dengan orang-orang yang mengenalnya.
Ia bahkan mengaku membuat situs khusus untuk menjelaskan situasinya kepada publik. Situs ini diluncurkan untuk memudahkan orang lain memahami bahwa ia bukan CEO Meta, tetapi pengacara dengan nama yang sama.
Dalam banyak situasi, Mark harus menghadapi keraguan dan bahkan ancaman dari orang-orang yang salah mengira identitasnya. Hal ini menambah beban psikologis yang seharusnya tidak perlu ia alami.
Refleksi dan Harapan di Balik Nama yang Sama
Meski menghadapi banyak kesulitan, Mark berusaha melihat sisi positif dari situasi ini. Ia menyatakan bahwa rasa humor bisa menjadi solusi terbaik. Bahkan, ia bersedia menawarkan jasa hukum kepada CEO Meta apabila diperlukan. Ini menunjukkan sikap profesional dan dewasa meskipun berada dalam situasi sulit.
Mark ingin orang-orang mengenal perbedaan antara dirinya dan CEO yang terkenal. Ia memahami bahwa kebingungan identitas bukan hanya masalah yang dialami dirinya tetapi juga banyak orang lain di luar sana.
Melalui pengalaman ini, ia berharap agar terjadi perubahan dalam cara platform menangani masalah identitas. Perubahan ini diharapkan mampu mengurangi dampak negatif yang dihadapi oleh individu-individu yang tidak bersalah.