Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengingatkan masyarakat mengenai hak mereka untuk menggugat jika merasa privasi mereka terlanggar akibat foto-foto yang diunggah ke aplikasi tertentu tanpa persetujuan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya perhatian terkait fotografer yang menjual foto warga menggunakan aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI).
Fenomena ini menciptakan perdebatan di kalangan masyarakat, di mana beberapa individu merasa nyaman dengan akses tersebut, sementara yang lain merasa terganggu. Banyak foto diambil ketika orang beraktivitas di ruang publik, semisal saat berolahraga di taman.
Aplikasi yang memanfaatkan teknologi ini semakin populer, terutama di kalangan pelari yang ingin mengabadikan momen mereka saat berolahraga. Namun, ada pertanyaan mendasar terkait privasi yang perlu dibahas secara lebih mendalam.
Pentingnya Kesadaran terhadap Pelanggaran Privasi
Perdebatan mengenai privasi mencuat lantaran fotofoto tersebut biasanya diambil tanpa persetujuan langsung dari subjek. Ini menjadi masalah karena dapat mengarah pada penyalahgunaan yang lebih luas mengenai data pribadi di era digital ini.
Dirjen Pengawasan Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk melindungi diri dari pelanggaran hak privasi. Menurutnya, setiap individu berhak untuk menggugat pihak yang diduga telah melanggar ketentuan privasi mereka.
Dalam konteks UU ITE dan UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), ada ketentuan yang mengatur bahwa foto seseorang yang menampilkan wajah atau ciri khas dapat dianggap sebagai data pribadi. Ini menegaskan pentingnya kesadaran akan pelanggaran privasi yang dapat terjadi melalui aktivitas fotografi di ruang publik.
Etika dalam Kegiatan Fotografi di Ruang Publik
Dalam menjalankan kegiatan pemotretan, fotografer diharuskan mematuhi etika serta ketentuan hukum yang berlaku. Alexander menegaskan bahwa setiap foto yang diambil di luar konteks pribadi harus mempertimbangkan aspek hukum dan etika pelindungan data.
Aplikasi yang digunakan untuk menjual foto juga marak mengabaikan peraturan mengenai hak cipta. Fotografer diharuskan untuk memiliki izin dari subjek foto sebelum melakukan pemrosesan lebih lanjut atau publikasi.
Salah satu bentuk dasar hukum yang diperlukan adalah persetujuan eksplisit dari subjek foto, sehingga kegiatan pemotretan dan distribusi foto tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Rencana untuk Diskusi Bersama Komunitas Fotografi
Komdigi merencanakan untuk mengundang perwakilan fotografer serta platform terkait dalam diskusi mengenai pelindungan data pribadi dalam konteks fotografi. Diskusi ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman fotografer dan pelaku industri tentang kewajiban yang mereka miliki.
Meski tanggal diskusi tersebut belum diumumkan, langkah ini menunjukkan niat untuk membangun kesadaran yang lebih baik dalam komunitas kreatif. Alexander berharap bahwa melalui dialog ini, para fotografer akan lebih memahami etika dan hukum terkait pemotretan di ruang publik.
Lebih jauh, upaya ini juga termasuk mendidik masyarakat mengenai pentingnya etika penggunaan teknologi yang berkembang pesat, khususnya dalam sektor kreatif seperti fotografi dan kecerdasan buatan.














