Organisasi masyarakat sipil yang memperjuangkan hak digital, yaitu Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), menilai gagasan pembatasan akun media sosial menjadi satu untuk setiap individu tidak serta-merta menjadikan ruang digital lebih aman. Menurut mereka, meskipun banyak penyalahgunaan akun terjadi, solusi yang diusulkan justru berpotensi melanggar hak privasi individual.
Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut tidak akan efektif dalam mengatasi masalah penyalahgunaan akun. Banyak individu memiliki lebih dari satu akun untuk kepentingan positif, seperti bisnis atau komunitas, dan seharusnya tidak dihukum karena tindakan beberapa orang yang menyalahgunakan platform ini.
Dia menegaskan, “Pembatasan akun media sosial tidak terbukti dapat mengurangi penyalahgunaan, dan lebih baik fokus pada edukasi dan peningkatan literasi digital masyarakat.” Kebijakan yang tergesa-gesa berpotensi menciptakan masalah baru dalam privasi dan keamanan data.
Upaya Meningkatkan Keamanan Digital di Indonesia
Dalam konteks keamanan digital, Nenden menekankan pentingnya pengetahuan dan literasi yang lebih baik di masyarakat. Kebijakan hanya akan efektif jika masyarakat diberikan pemahaman yang komprehensif mengenai hak dan cara melindungi diri di ruang digital. “Keterampilan literasi digital yang baik dapat membantu masyarakat menghindari penipuan dan informasi yang menyesatkan,” lanjutnya.
Dia menambahkan bahwa edukasi seharusnya tidak hanya ditujukan kepada pengguna, tetapi juga kepada pembuat kebijakan dan platform digital. “Diperlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan platform teknologi untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman,” ujarnya.
Nenden juga memperingatkan bahwa setiap kebijakan yang diusulkan harus dievaluasi dengan cermat untuk menghindari hilangnya hak privasi. “Pengawasan yang berlebihan justru dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan platform digital,” katanya.
Pentingnya Regulasi dan Penegakan Hukum dalam Mengatasi Masalah Digital
Nenden menekankan bahwa literasi digital dan penegakan hukum yang konsisten adalah kunci untuk menangani penyalahgunaan akun di media sosial. “Kita sudah memiliki banyak regulasi yang dapat mengatasi tindakan kriminal di ranah digital, tetapi pelaksanaannya yang harus diperhatikan,” ungkapnya. Ketidakstabilan dalam penegakan hukum hanya akan menciptakan kekosongan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berniat jahat.
Lebih lanjut, dia menyoroti kebutuhan akan sistem integrasi data yang lebih baik di Indonesia. “Banyak celah dalam integrasi data ini yang sering kali dieksploitasi untuk melakukan kejahatan siber,” tuturnya. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pembuatan regulasi agar kebutuhan dan pandangan mereka dapat terakomodasi.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, mengungkapkan bahwa kementeriannya tengah mempertimbangkan kebijakan satu akun per individu sebagai langkah untuk menekan penyebaran berita bohong dan penipuan. “Kami sedang mengkaji gagasan ini untuk menemukan solusi yang efektif,” katanya.
Implementasi Kebijakan dan Tantangan yang Dihadapi
Nenden mengingatkan bahwa jika kebijakan satu akun diterapkan, tantangan berikutnya adalah bagaimana mekanisme verifikasi data dan siapa yang akan melakukannya. “Penting untuk memastikan bahwa data pribadi warga terlindungi dari penyalahgunaan, baik oleh pemerintah maupun platform digital,” tegasnya.
Selain itu, dia menyoroti perlunya edukasi bagi pengguna tentang bagaimana melindungi data pribadi dan menghindari penipuan. “Kita tidak bisa mengandalkan kebijakan saja, tetapi harus melibatkan masyarakat dalam memahami hak-hak digital mereka,” tambahnya.
Namun, pengawasan dan regulasi yang ketat tanpa memperhatikan privasi dan hak individu justru berpotensi menimbulkan resistensi dari masyarakat. “Langkah menuju ruang digital yang lebih aman harus diimbangi dengan penguatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan platform,” ujarnya.