Memasuki bulan September, berbagai daerah di Indonesia mengalami hujan yang masih berlangsung secara rutin. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kita sudah memasuki musim kemarau atau justru masih dalam nuansa musim hujan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa pada dasarian III bulan Agustus, sebanyak 63 persen dari Zona Musim (ZOM) di Indonesia telah memasuki fase musim kemarau. Namun, prediksi mereka menunjukkan bahwa hujan masih akan melanda sejumlah wilayah selama awal bulan September.
Secara umum, curah hujan yang diprediksi berada dalam kategori rendah hingga menengah, yaitu di kisaran 0-150 mm/dasarian. Dengan informasi ini, masyarakat perlu memahami dinamika cuaca yang terjadi di sekitarnya.
Cuaca Fluktuatif dan Hujan Lebat di Wilayah Tertentu
Pada pekan pertama September, Indonesia masih mengalami hujan intensif dan angin kencang di beberapa daerah. Selama periode 1-3 September, BMKG mencatat curah hujan yang sangat tinggi, terutama di Kalimantan Barat dan Papua Barat Daya, dengan rata-rata mencapai lebih dari 100 mm/hari.
Angin kencang juga dipantau melanda wilayah seperti Banten dan Jakarta, menyebar ke Jawa dan Sulawesi. Keadaan ini disebabkan oleh Monsun Australia yang terunggul, yang memicu kondisi atmosfer lebih aktif daripada biasanya hingga pertengahan bulan.
Meski ada hujan dan angin kencang, BMKG mengingatkan masyarakat bahwa intensitas hujan yang terjadi masih berada dalam batas wajar. Di sisi lain, prediksi pasokan hujan harus tetap diperhatikan untuk mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi.
Faktor Penyebab Perubahan Cuaca di Indonesia
Banyak faktor yang memengaruhi fluktuasi cuaca. Salah satu yang utama adalah fenomena Dipole Mode Index (DMI) yang menunjukkan nilai negatif. Hal ini berpotensi meningkatkan aktivitas konvektif yang memicu hujan di bagian barat Indonesia.
Lebih jauh, suhu permukaan laut yang lebih hangat juga mengarah kepada pembentukan awan hujan. Keberadaan Sirkulasi Siklonik di Samudra Hindia barat dan Laut China Selatan turut berperan besar dalam peningkatan hujan di daerah konvergensi ini.
Di lokasi-lokasi tersebut, kecepatan angin melambat, menciptakan konsentrasi uap air dan meningkatkan kemungkinan terjadinya hujan lebat. Wilayah yang sedang dilanda musim kemarau juga harus memperhatikan perkembangan cuaca yang dapat mendatangkan hujan mendadak.
Wilayah yang Masuk dalam Musim Kemarau
BMKG telah mengidentifikasi sejumlah daerah yang tengah mengalami musim kemarau. Beberapa di antaranya daerah-daerah seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, bahkan hingga DKI Jakarta.
Daftar lengkap wilayah yang diprediksi menjalani cuaca kering cukup panjang mencakup hampir seluruh Indonesia barat. Wilayah Jawa, misalnya, juga sudah memasuki fase kemarau yang mungkin memberikan kondisi suhu yang lebih meningkat.
Walau kondisi kemarau masih ada, potensi hujan di beberapa lokasi berkontribusi pada ketidakpastian cuaca. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu memperbarui informasi cuaca terkini.
Kondisi Kemarau Basah: Apa yang Membedakannya?
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, menyatakan bahwa fenomena hujan selama musim kemarau ini masih tergolong dalam batas normal. Istilah yang digunakan adalah “kemarau basah,” di mana hujan turun namun dalam frekuensi yang menurun.
Kemarau basah ini menjadi menarik dikarenakan tetap ada curah hujan yang terjadi meski biasanya musim kemarau dikenal dengan minimnya curah hujan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor atmosfer yang berinteraksi secara dinamis.
Guswanto lebih lanjut menjelaskan bahwa kondisi ini berlanjut hingga tiba saatnya musim hujan kembali. Dengan begitu, penting untuk memahami alasan di balik fenomena ini agar masyarakat tidak khawatir berlebihan.
Musim peralihan atau pancaroba diprediksi akan berlangsung antara September hingga November. Diharapkan masyarakat selalu siap menghadapi perubahan ini, termasuk potensi curah hujan yang dapat muncul secara tiba-tiba.
Menjelang puncak musim hujan yang diprediksi terjadi pada Desember 2025 hingga Februari 2026, BMKG terus memantau kondisi dengan cermat untuk memberikan informasi akurat kepada masyarakat. Dengan memahami siklus cuaca ini, diharapkan masyarakat bisa lebih siap dan tanggap terhadap perubahan cuaca yang terjadi di sekitarnya.