Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) baru-baru ini memberikan tanggapan terhadap pernyataan mengenai ribuan desa yang masih belum mendapatkan akses internet. Dukungan dari ATSI bagi upaya pemerintah menjadi kunci dalam menangani masalah ini agar konektivitas dapat merata di seluruh wilayah Indonesia.
“Kami akan mendengar pandangan dari Komdigi terlebih dahulu sebelum mengambil langkah, tetapi kami sepenuhnya mendukung. Penting untuk memilah, apakah wilayah tertentu sudah memiliki cakupan jaringan namun tidak berfungsi optimal,” ungkap Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, dalam acara perayaan Hari Bhakti Postel ke-80 di Bandung.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, juga mengungkapkan bahwa sekitar 2.333 desa di Indonesia masih tidak terhubung dengan internet dan sejumlah desa lainnya belum mendapatkan akses jaringan 4G. Dia mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah tersebut.
“Ada 2.017 desa tanpa layanan internet 4G dan 316 desa yang sebagian besar merupakan lahan nonpemukiman. Penting bagi kita untuk membangun konektivitas di wilayah-wilayah ini,” tambah Meutya saat memberikan sambutan di acara yang sama.
Statistik yang disampaikan Meutya menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mengatasi masalah ini dan menjadikan konektivitas sebagai prioritas nasional. Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk penyedia layanan telekomunikasi, akan sangat diperlukan dalam mencapai target ini.
Strategi ATSI dalam Penyelesaian Konektivitas Internet di Desa
Marwan O. Baasir menjelaskan bahwa ada dua pendekatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah konektivitas internet di desa. Pendekatan pertama adalah dengan melakukan optimalisasi jaringan yang sudah ada, sedangkan pendekatan kedua melibatkan penambahan site baru jika jaringan benar-benar tidak tersedia.
Optimalisasi jaringan menjadi penting untuk memastikan bahwa zona yang sudah memiliki jaringan dapat berfungsi dengan baik. “Jika jaringan sudah ada tetapi tidak optimal, maka perlu dilakukan upaya agar jaringan dapat berfungsi lebih efisien di desa-desa tersebut,” katanya.
Di sisi lain, jika jaringan belum ada sama sekali, penambahan site akan sangat diperlukan. Marwan memberikan catatan penting, bahwa tidak semua operator telekomunikasi dapat beroperasi di daerah terpencil karena pertimbangan skala ekonomis.
Memperhitungkan aspek ekonomis adalah hal yang krusial dalam penggelaran jaringan internet. Giliran operator yang akan terlibat harus disesuaikan dengan infrastruktur dan potensi pasar di wilayah tersebut, sehingga tidak semua operator bisa hadir secara bersamaan.
“Biasanya di daerah 3T, hanya akan ada satu operator yang beroperasi. Hal ini diakibatkan oleh kondisi di mana satu operator saja telah memenuhi kebutuhan konektivitas di wilayah tersebut,” kata Marwan menjelaskan tantangan yang ada.
Kendala Infrastruktur dalam Penggelaran Jaringan Internet
Penggelaran jaringan internet ke area yang sulit terjang juga menemui beberapa kendala dalam hal infrastruktur penunjang, seperti akses jalan dan pasokan listrik. Marwan menyatakan bahwa, tanpa infrastruktur yang memadai, proses penggelaran jaringan akan menjadi semakin rumit.
Logistik yang sering kesulitan menyerah di lokasi juga menjadi faktor penghalang, di mana barang-barang yang dibutuhkan untuk mendirikan jaringan tidak bisa sampai dengan mudah. Hal ini dapat memperlambat proses penyelesaian masalah konektivitas di desa-desa yang sangat membutuhkannya.
“Material sering terlambat sampai ke lokasi site, sehingga menghambat pembangunan BTS dan sistem jaringan lainnya,” ujar Marwan. Faktor ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
Menurut Marwan, salah satu penyebab desa-desa yang belum mendapatkan koneksi internet adalah pemekaran desa yang terus berlangsung. Dengan begitu banyak daerah baru yang muncul, upaya penggelaran jaringan internet menjadi semakin tersulitkan.
“Sekitar 12.300 BTS 4G telah dibangun, namun dengan adanya pemekaran desa, tentu memerlukan penyesuaian dan penambahan infrastruktur yang lebih banyak,” jelasnya mengenai dampak yang dimaksud.
Upaya Kolaboratif untuk Mencapai Konektivitas yang Merata
Keberhasilan dalam menyediakan jaringan internet ke desa-desa terpencil memerlukan kemitraan yang solid antara pemerintah, penyedia layanan telekomunikasi, dan masyarakat setempat. Semua pihak perlu bersinergi untuk mencapai solusi terbaik dalam menghadapi masalah ini.
Meutya Hafid menegaskan bahwa kolaborasi adalah kunci untuk menyelesaikan pekerjaan rumah ini. Kementerian, dalam hal ini, perlu melibatkan berbagai stakeholder untuk mengidentifikasi masalah dan menciptakan solusi yang efektif.
Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya konektivitas internet juga sangat diperlukan. Masyarakat perlu memahami manfaat internet untuk pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Diharapkan dengan adanya kolaborasi ini, semua desa di Indonesia akan bisa menikmati akses internet yang memadai. Hal ini bertujuan untuk menutup kesenjangan digital yang masih ada di sejumlah wilayah.
“Transformasi digital harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, karena itu kita harus bergerak bersama, agar tidak ada desa yang tertinggal,” tutup Meutya menekankan pentingnya komitmen semua pihak dalam hal ini.