Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini melaksanakan latihan gabungan dengan melibatkan 28 negara di kawasan Samudra Hindia. Latihan ini merupakan bagian dari simulasi untuk menghadapi potensi gempa megathrust Selat Sunda yang bisa mencapai kekuatan magnitudo 9,0, serta kemungkinan terjadinya tsunami yang menyertainya.
Acara simulasi ini dikenal dengan nama Indian Ocean Wave Exercise (IOWAVE25), dan bertujuan untuk menguji dan memastikan efektivitas sistem peringatan dini tsunami. Dengan demikian, kesiapsiagaan serta respons terhadap bencana di wilayah-wilayah yang rawan bencana menjadi lebih terjamin.
Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa fokus utama latihan ini adalah pada pengujian sistem peringatan dini tsunami dari hulu hingga hilir. Mencakup setiap tahap, mulai dari pengumuman BMKG hingga keterlibatan masyarakat di daerah pesisir yang mungkin terkena dampak.
Persiapan dan Proses Peringatan Dini Tsunami yang Efektif
Alur peringatan dimulai dari BMKG sebagai pusat peringatan tsunami nasional, lalu diteruskan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), hingga akhirnya kepada masyarakat. Keterlibatan semua pihak sangat penting agar informasi yang diberikan benar-benar diterima dan dipahami dengan baik oleh semua kalangan.
Latihan ini bertujuan memastikan bahwa peringatan dini tidak hanya dikeluarkan, tetapi juga ditindaklanjuti. Ini adalah langkah penting untuk meningkatkan kesadaran dan mitigasi risiko bencana di masyarakat pesisir yang sangat mungkin terpapar tsunami.
Daryono mengungkapkan bahwa dalam simulasi IOWAVE25 kali ini, mereka menguji skenario paling kritis yaitu gempa besar di megathrust Selat Sunda. Hal ini dilakukan untuk memastikan respons yang cepat dan efektif di lapangan jika bencana benar-benar terjadi.
Pentingnya Memahami Potensi Gempa dan Tsunami
BMKG sudah lama mengingatkan tentang potensi gempa besar di zona megathrust, khususnya di Selat Sunda yang saat ini menjadi fokus perhatian. Dua zona megathrust ini merupakan ancaman nyata bagi masyarakat, karena sudah lama tidak terjadi pelepasan energi yang signifikan dalam bentuk gempa.
Saat ini, dua zona tersebut—Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut—masih dianggap sebagai ‘seismic gap’. Hal ini berarti bahwa meskipun belum terjadi gempa besar sejak waktu yang lama, ancaman gempa besar masih tergolong tinggi dan kapan saja bisa memicu bencana.
Daryono menegaskan bahwa dua zona tersebut “tinggal menunggu waktu” untuk mengalami gempa besar. Namun, waktu pasti kapan bencana akan terjadi masih menjadi misteri bagi para ahli.
Detail dan Rincian Latihan IOWAVE 2025
Latihan simulasi gempa dan tsunami pada 25 September 2025 ini adalah bagian dari rangkaian IOWAVE 2025. Dalam latihan ini, total ada empat skenario tsunami yang akan diuji, termasuk skenario Megathrust Selat Sunda yang berlangsung pada tanggal yang sama. Setiap skenario diharapkan dapat memberikan wawasan dan pelajaran penting untuk tanggap bencana di masa depan.
Dalam rangkaian latihan ini, BMKG akan melaksanakan berbagai kegiatan, termasuk Table Top Exercise yang bertujuan untuk menguji prosedur operasional standar (SOP) dan gladi komunikasi. Selain itu, ada juga simulasi evakuasi mandiri yang berperan sangat penting bagi masyarakat yang berisiko.
Kedepannya, BMKG menekankan peringatan dini tsunami seharusnya tidak hanya menjadi Early Warning, tetapi juga harus menjadi Early Action. Ini artinya, masyarakat perlu dilatih dan diberdayakan untuk memahami cara merespons peringatan tsunami secara efektif.