Kementerian Komunikasi dan Digital tengah mengkaji kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah China mengenai pemengaruh atau influencer. Dalam kebijakan ini, influencer diwajibkan memiliki sertifikasi khusus untuk membuat konten yang membahas topik tertentu, terutama yang dianggap sensitif atau memerlukan kompetensi khusus.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemkomdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menyatakan bahwa lembaganya masih melakukan diskusi internal untuk memahami dampak dari kebijakan ini. Proses penilaian ini penting agar kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan dan situasi di Indonesia.
Pentingnya Kebijakan Sertifikasi untuk Pemengaruh di Era Digital
Kebijakan baru ini muncul sebagai respons terhadap besarnya pengaruh media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Kementerian berupaya agar pemengaruh dapat memberikan informasi yang akurat dan berkualitas kepada masyarakat. Dengan adanya sertifikasi, diharapkan informasi yang beredar tidak hanya benar, tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan.
Bonifasius menyatakan bahwa saat ini Indonesia dalam tahap observasi untuk mempelajari bagaimana negara lain seperti Australia menerapkan kebijakan serupa. Melalui pembatasan konten bagi anak di bawah umur, mereka berupaya menjaga ekosistem digital yang sehat.
Proses belajar ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kontrol dan kebebasan berkreasi. Dia menegaskan, Indonesia tidak ingin menerapkan aturan yang mengekang kreativitas masyarakat namun tetap ingin memastikan kualitas informasi yang disajikan.
Prinsip di balik kebijakan ini adalah untuk mencegah penyebaran misinformasi. Dengan mengharuskan pemengaruh memiliki pengetahuan yang cukup, diharapkan mereka dapat menyajikan konten yang lebih bermanfaat.
Meski demikian, Bonifasius menekankan bahwa pemerintah belum memutuskan untuk menerapkan kebijakan ini secara resmi. Ruang diskusi dan masukan dari berbagai khalayak sangat dibutuhkan agar langkah yang diambil tepat sasaran.
Kebijakan China dan Implikasinya bagi Indonesia
Pemerintah China baru-baru ini menetapkan aturan yang mewajibkan semua pemengaruh dan pembuat konten memiliki ijazah atau sertifikasi sebelum membahas topik-topik profesional. Kebijakan ini mencakup sektor kritis seperti kedokteran, hukum, dan pendidikan, yang rawan disinfodemi.
Administrasi Radio dan Televisi Negara China (NRTA) dan Kementerian Kebudayaan serta Pariwisata mengumumkan kebijakan ini untuk meningkatkan kualitas informasi. Dengan cara ini, mereka berusaha untuk mengurangi penyebaran informasi yang kurang tepat dan berbahaya bagi masyarakat.
Pelanggaran pada kebijakan ini bisa berakibat denda hingga 100.000 yuan atau penutupan akun pemengaruh. Ini adalah langkah besar untuk menjaga integritas informasi di dunia digital dan untuk menghindari penyebaran berita palsu yang merugikan banyak pihak.
Dampak dari kebijakan ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi negara lain, termasuk Indonesia. Memantau prosedur dan efektivitas kebijakan di China dapat membantu Indonesia mengambil keputusan yang lebih bijak dalam menghadapi tantangan serupa.
Dengan demikian, penting bagi Indonesia untuk mengadaptasi berbagai kebijakan dari negara lain yang terbukti efektif, sembari tetap mempertimbangkan konteks lokal.
Dialog Terbuka: Kunci untuk Kebijakan yang Efektif
Dialog terbuka antara pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan agar kebijakan yang diambil dapat diterima luas oleh masyarakat. Bonifasius mengungkapkan pentingnya mendengarkan masukan dari masyarakat dalam merumuskan peraturan yang akan diberlakukan.
Dia menekankan bahwa jika kebijakan mengenai sertifikasi diterapkan, harus dilakukan dengan mempertimbangkan semua aspek, termasuk siapa saja yang akan menjadi target. Dengan begitu, kebijakan tersebut tidak hanya berlaku untuk segelintir orang, tetapi benar-benar merangkul semua pemengaruh.
Pemerintah berkomitmen untuk menjaga dialog ini agar dapat menghasilkan kebijakan yang tidak hanya efektif, tetapi juga adil. Komunikasi yang baik antara pihak berwenang dan influencer akan membantu menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat.
Melalui pendekatan ini, diharapkan para kreator konten dapat lebih memahami tanggung jawabnya dalam menyampaikan informasi kepada publik. Masyarakat juga diharapkan dapat lebih kritis dalam menerima informasi dari berbagai sumber.
Kesadaran kolektif ini akan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk perkembangan konten berkualitas di Indonesia.













