Perairan Selat Mulut Kumbang di Nusa Tenggara Timur menunjukkan fenomena yang sangat unik dan langka, yaitu penurunan suhu air laut yang ekstrem. Fenomena ini dikenal dengan sebutan Extreme Upwelling Event (EUE), di mana suhu air mendadak turun dari 28 derajat Celsius menjadi 12 derajat Celsius dalam waktu singkat.
Menurut Achmad Sahri, seorang peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional, peristiwa ini melibatkan naiknya air laut dingin dari kedalaman ke permukaan secara tiba-tiba. Dampaknya sangat signifikan, karena banyak ikan yang terjebak dalam suhu ekstrem ini menjadi pingsan.
EUE ini terjadi akibat kombinasi berbagai faktor, termasuk arus pasang surut dan topografi lokal yang khas. Hal ini menjadikan Selat Mulut Kumbang situs penelitian yang menarik bagi para ilmuwan dan peneliti dari berbagai bidang.
Ciri Khas Extreme Upwelling Event di Selat Mulut Kumbang
Pada umumnya, penurunan suhu akibat upwelling di perairan tropis berkisar sekitar dua derajat Celsius. Namun, di Alor, fenomena ini menunjukkan penurunan yang jauh lebih signifikan, yaitu hingga sepuluh derajat dalam satu jam.
Achmad Sahri menyebutkan bahwa peristiwa ini biasanya terjadi bersamaan dengan pasang purnama, yang dapat memicu pergerakan massa air secara vertikal. Kecepatan arus dapat mencapai sekitar 0,012 meter per detik, menambah dimensi lebih kepada fenomena ini.
Selama proses ini berlangsung, ada pula perubahan salinitas yang teramati—dari 30 PSU hingga 36 PSU. Ini menunjukkan bahwa air yang naik tidak hanya lebih dingin, tetapi juga memiliki kadar garam yang lebih tinggi, memperkuat studi tentang aliran air di perairan ini.
EUE berlangsung dalam rentang waktu 1 hingga 4 hari dan dapat terjadi dua kali dalam sehari. Fenomena ini memang langka, tetapi sangat penting untuk dipahami karena dampaknya terhadap ekosistem laut lokal.
Proses Oseanografi yang Terlibat dalam EUE
Perubahan suhu yang signifikan di Selat Mulut Kumbang disebabkan oleh interaksi kompleks antara berbagai arus laut. Hal ini berkaitan erat dengan arus pasang surut serta bentuk dasar laut yang sempit dan curam.
Berdasarkan penelitian, EUE dipicu oleh pergerakan air, di mana saat pasang naik, arus membawa massa air dingin ke permukaan. Sebaliknya, arus hangat dari Indonesian Throughflow bergerak ke selatan, menciptakan turbulensi yang mendorong air dingin cette.
Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa EUE bukanlah kejadian acak, melainkan hasil dari sistem oseanografi yang membuat Selat Mulut Kumbang menjadi tempat yang ideal untuk fenomena ini. Terlebih lagi, EUE hanya terjadi pada bulan-bulan tertentu, dari Agustus hingga November, menunjukkan pengaruh monsun yang kuat.
Interaksi antara arus dan topografi lokal ini sangat menentukan adanya EUE. Karakteristik unik Selat Mulut Kumbang membuatnya menjadi subjek penelitian lebih lanjut.
Pentingnya EUE bagi Ekosistem dan Wisata
Fenomena EUE tidak hanya berpengaruh pada kehidupan laut, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi lokal. Penurunan suhu ekstrem mengakibatkan ikan-ikan terjebak, dan ini dapat memudahkan penangkapan oleh nelayan setempat.
Selain itu, fenomena ini turut menarik perhatian mamalia laut seperti lumba-lumba yang memanfaatkan situasi untuk berburu. Hal ini menciptakan harmonisasi antara ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal.
Potensi wisata dari EUE sangat besar. Kehadiran fenomena ini dapat diangkat menjadi daya tarik wisata ilmiah yang berbasis pada konservasi lingkungan, di mana pengunjung dapat mengamati perilaku hewan laut tanpa mengganggu habitat mereka.
Masyarakat dapat menyaksikan kehidupan laut dari bibir pantai, tanpa harus menggunakan perahu, yang bisa membahayakan biota laut. Maka, hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara ekologi dan ekonomi dapat saling mendukung.
Studi lebih lanjut dan promosi mengenai fenomena ini dapat mengarah pada pelestarian sumber daya alam sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. EUE bisa menjadi simbol sinergi antara lingkungan dan keberlanjutan.














