Musim kemarau seharusnya memberi kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati cuaca yang cerah dan kering. Namun, kenyataannya sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jabodetabek, mengalami curah hujan yang tak kunjung reda meski sudah memasuki bulan Agustus.
Cuaca yang tidak biasa ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat: Apa yang menyebabkan hujan terus mengguyur tanah air? Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa kondisi ini bukan sekadar kebetulan, melainkan akibat beberapa faktor atmosfer.
Menurut BMKG, data menunjukkan bahwa curah hujan di sejumlah wilayah masih akan berada di atas rata-rata normal hingga Oktober 2025. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena cuaca ekstrem masih akan berlanjut.
Penyebab Hujan Luar Biasa Saat Musim Kemarau
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa melemahnya Monsun Australia berkontribusi pada peningkatan suhu permukaan laut di selatan Indonesia. Suhu yang lebih hangat ini memicu anomali curah hujan yang tidak lazim terjadi di masa-masa biasa.
Gelombang Kelvin yang terpantau melintas di pesisir utara Jawa, bersamaan dengan perlambatan angin di bagian barat dan selatan Jawa, juga menyebabkan penumpukan massa udara. Kondisi ini menghasilkan pembentukan awan hujan yang lebih cepat dan melimpah.
Selain itu, konvergensi angin dan labilitas atmosfer yang kuat juga berperan dalam meningkatkan potensi terjadinya hujan. Semua faktor ini berkumpul untuk menciptakan cuaca yang tidak sesuai dengan ekspektasi musim kemarau.
Prediksi Curah Hujan oleh BMKG dan Implikasi Bagi Masyarakat
BMKG memprediksi beberapa fenomena seperti ENSO dan IOD akan tetap berada di fase netral sepanjang semester kedua tahun 2025. Artinya, wilayah Indonesia bisa dipastikan akan mengalami hujan di atas normal selama musim kemarau ini, yang sering disebut kemarau basah.
Deputi Bidang Klimatologi dari BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menegaskan bahwa kondisi cuaca yang terjadi saat ini masih sesuai dengan prediksi yang diumumkan sebelumnya. Hal ini memberikan kepastian bahwa masyarakat harus tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem.
Sementara itu, pakar klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan curah hujan di bulan Agustus akan meningkat signifikan dibandingkan bulan Juli. Diperkirakan, curah hujan di akhir Agustus bisa dua kali lipat lebih tinggi dari saat ini.
Ancaman Banjir dan Persiapan yang Perlu Dilakukan
Curah hujan yang tinggi berpotensi menyebabkan banjir, terutama di daerah padat penduduk seperti Jabodetabek. Pakar mengingatkan pemerintah dan masyarakat agar bersiap menghadapi kemungkinan bencana ini, yang bisa menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan.
Penelitian menunjukkan bahwa banjir selama seminggu dapat mengakibatkan kerugian ekonomi antara Rp2 triliun hingga Rp10 triliun. Oleh karena itu, langkah mitigasi menjadi sangat penting dilakukan untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi.
Masyarakat di sekitar daerah aliran sungai (DAS) diimbau untuk lebih waspada dan mempersiapkan langkah-langkah antisipatif agar dapat beradaptasi dengan kondisi cuaca yang tidak menentu ini.